Jumat, 15 Februari 2013

Perkembangan Masyarakat ,Kebudayaan Dan Pemerintahan Pada Masa Hindu - Buddha Serta Peninggalan - Peninggalannya

Tujuan Pembelajaran :
  1. Siswa dapat mendiskripsikan masuk dan berkembangnya Agama Hindu dan Buddha di Indonesia .
  2. Dengan Berdiskusi siswa dapat menunjukkan pada peta daerah - daerah yang dipengaruhi unsur Hindu dan Buddha.
  3. Siswa dapat menyusun secara Kronologis perkembangan Kerajaan - Kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia.
  4. Melalui Pengamatan gambar siswa dapat mengidentifikasi peninggalan - peninggalan Sejarah yang bercorak Hindu dan Buddha di berbagai daerah .                                                                                                                                                                                                                          



Materi Pembelajaran   
             Sejak  awal tarikh Masehi Indonesia sudah dikenal di dunia Internasional  .Sebagai bukti adalah berita   yang ditulis seorang Sarjana dari Iskandariah ( Mesir ) yatiu Claudius Ptolomeus dalam kitab Geografica Hiphegesis (150 M ) .Dalam kitab itu disebutkan nama -nama penting daerah di Indonesia , seperti Jabadieu ( Jawa ),Swarnadwipa ( Sumatra ) ,dan Zabag ( Sriwijaya ). Pada waktu itu kegiatan perdagangan sudah amat ramai termasuk perdagangan antara India dengan Indonesia .Bersamaan dengan Kegiatan Perdagangan itulah Kebudayaan India ( Hindu - Buddha ) masuk ke Indonesia                                                                                 
   1  .Teori Masuknya Ajaran dan Kebudayaan Hindu - Buddha di Indonesia                                    Ada beberapa poendapat tentang masuknyaajaran dan kebudayaan Hindu - Buddha di Indonesia .          a . Teori Brahmana                                                                                                                                Menurut Teori ini Kaum Brahmana memegang peranan penting dalam dalam       
  menyebarkan  agama dan Kebudayaan Hindu - Buddha di Indonesia.Ia datang ke Indonesia atas Undangan para penguasa Lokal Nusantara yang ingin dinobatkan menjadi raja secara Hindu .Pendukung Teori ini adalah J.C. Van Leur.                                                                       

   b     Teori Ksatria .                                                                                                                                  Teori ini mengatakan bahwa Kaum Ksatria merupakan golongan yang berperan dalam penyebaran agama dan Buddhaya Hindu Buddha ke Indonesia .Mereka datang ke Indonesia dengan maksud memperluas wilayah kekuasaannya .Ada pula yang berpendapat kaum Ksatria yang kalah perang di India pada melarikan diri ,mereka kemudian pergi dari India ke daerah - daerah lain , seperti Indonesia .Teori Ksatria ini didukung oleh F.D.K.Bosch                                   Peta daerah daerah di Indonesia yang dipengaruhi unsur Hindu dan Buddha                             
 Perkembangan Kerajaan - Kerajaan yang bercorak Hibdu - Buddha di Indonesia                          Sebelum Agama dan budaya Hindu - Buddha masuk ke Indonesia bangsa kita sudah mahir dalam mengatur masyarakat dan menciptakan sistem pemerintahan Tradisional .Kepala adat atau kepala suku sebagai pemimpin lokal diberi gelar Datu dan bertindak sebagai dukun dan Primus interpares ( orang pertama yang dihormati ) .Tempat tinggal para Datu tersebut di Kedatuan atau Kedaton              Ketikaajaran Hindu - Buddha masuk ke Nusantara , sistem kedatuan mengalami perkembangan .Melalui upacara Abiseka maupun Kulapancika , Datu mengangkat dirinya menjadfi Ratu atau Raja,Mahareatu atau Mahaguru .Melalui upacara itulah mereka memperoleh gelar Sri ,Batara ,Prabu ,dan Batara Prabu .Pemilihan raja tidak lagi dilakukan oleh rakyat tetapi Dewan Raja ( Batara Sapta Prabu ) .                                                                       
  Tumbuhnya sistem Kerajaan mengakibatkan tumbuhnya pula sistem pewaris kekuasaan .Dengan sistem itu ,golongan di luar keluarga atau keraton tidak bisa lagi menggantikan kedudukan Raja ..Seiring dengan berkembangnya budaya Hindu - Buddha di Indonesia saat itu berakibat pula munculnya Kerajaan Kerajaan yang bercorak Hindu - Buddha di Indonesia  
Berikut akan kami sajikan Kerajaan - Kerajaan Hindu Buddha di Indonesia .                 
              1 Kerajaan Kutai    
  1.                                                                                                                             Kerajaan Kuta terletak di desa Muarakaman , Tepi sungai Mahakam di Kalimantan Timur ,yang berdiri kira - kira pada abad ke 5 M dan merupakan Kerajaan yang bercorak Hindu pertama di tanah air . Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sUmber Sejarah yang menguatkan bahwa di daerah tersebut terdapat kerajaan adalah Yupa .Prasasti .yang bertuliskan Pallawa dan berbahasa Sansekerta . Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karenakedermawanannya  sebab menghadiahkan 200.000 ekor lembu. kepada Kaum Brahmana.    

    Mulawarman

    Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kudungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.

    Aswawarman

    Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
    Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.

    Berakhirnya Kerajaan Kutai

    Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara  .             2 .Kerajaan Tarumanegara                                                                                                                   

    .  

    Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

    a.    Sumber Sejarah


    Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
    Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

    Prasasti yang ditemukan

    1.    Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 40000 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
    2.    Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
    3.    Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
    4.    Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
    5.    Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
    6.    Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
    7.    Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
    Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
    Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

    Prasasti Pasir Muara

    Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
    ini sabdakalanda rakryan juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsan desa barpulihkan haji sunda
    Terjemahannya menurut Bosch:
    Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
    Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

    Prasasti Ciaruteun

    Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
    Terjemahannya menurut Vogel:
    Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
    Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala"
    (raja daerah) Pasir Muhara.

    Prasasti Telapak Gajah

    Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
    Terjemahannya:
    Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
    Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

    Prasasti Jambu

    Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
    Terjemahannya menurut Vogel:
    “Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya”.

    b.   Sumber berita dari luar negeri

    Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
    1)   Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme).
    2)   Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
    3)   Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
    Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 40000-60000 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
    3.    Kerajaan Ho-ling
    Nama Ho-ling sebenarnya muncul ketika terjadi perubahan dengan mulai meluasnya kekuasaan Wangsa Sailendra. Sebelum perluasan ini, berita Cina dari Dinasti Sung Awal (4200-4700 M) menyebut Jawa dengan sebutan She-p’o, akan tetapi kemudian berita-berita Cina dari Dinasti T’ang (618-9006 M) menyebut Jawa dengan sebutan Ho-ling sampai tahun 818. Namun penyebutan Jawa dengan She-p’o kembali muncul pada 8200-856 M (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1984:93).
    a.    Sumber sejarah
    Nama Kerajaan Ho-ling sempat tercatat dalam kronik dinasti T’ang yang memerintah Cina pada 618-9006 M. Menurut catatan kronik tersebut, penduduk Ho-ling biasa makan tanpa menggunakan sendok atau cupit, melainkan dengan jari-jari tangannya saja, dan gemar minum semacam tuak yang mereka buat dari getah bunga pohon kelapa (aren). Ibukota Kerajaan Ho-ling dikelilingi pagar dari kayu. Raja mendiami istana yang bertingkat dua yang beratapkan daun palma. Raja duduk di atas bangku yang terbuat dari gading, memergunakan juga tikar yang terbuat dari kulit bambu. Dicatat pula bahwa Ho-ling mempunyai sebuah bukit yang disebut Lang-pi-ya, yang sering dikunjungi raja untuk melihat laut (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1978:500).
    Mengenai Kerajaan Ho-ling, terdapat sumber lain selain kronik dari Dinasti Tang. Seorang pendeta Budha bernama I-tsing, menyatakan bahwa dalam tahun 664 M telah datang seorang pendeta bernama Hwi-Ning di Ho-ling, dan tinggal di situ selama 3 tahun. Dengan bantuan Pendeta Ho-ling, Jnanabhadra, ia menerjemahkan berbagai kitab suci agama Budha Hinayana (Soekmono, 1973:37).
    b.   Letak Kerajaan Ho-ling
    Ada dua sumber Cina yang berasal dari Dinasti T’ang memberikan arahan tentang Kerajaan Ho-ling. Kedua versi tersebut yaitu berita Cina Ch’iu-tang dan Hsin T’ang Shu. Kedua versi tersebut memberitakan tentang Ho-ling sebagai berikut: “Ho-ling yang juga disebut She-p’o terletak di lautan selatan. Sebelah timurnya terletak P’o-li dan disebelah baratnya terletak To-p’o-teng. Di sebelah selatannya ialah lautan dan disebelah utaranya ialah Chen-la” (Marwati & Nugroho, 1984:93)

    4.    KERAJAAN MATARAM KUNO / MATARAM LAMA

    Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat.
    Sumber-sumber Prasasti
    Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai sekarang. Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno / lama tersebut yaitu antara lain:
    a.
    Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.
    Anda masih Ingat arti dari istilah Candrasangkala? Kalau Anda lupa, baca kembali kegiatan belajar 1.
    Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
    Untuk memperjelas pemahaman Anda tentang tempat Sanjaya mendirikan Lingga di candi Gunung Wukir maka simaklah gambar 11 berikut ini!

    gambar reruntuhan candi Gunung Wukir di halaman candi ini tempat ditemukannya prasasti Canggal. Selanjutnya simak prasasti berikutnya.
    b.
    Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
    Bangunan suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta. Untuk lebih mengenal candi tersebut, silahkan amati gambar 12 berikut ini!

    Gambar   candi Kalasan tersebut adalah candi yang berciri agama Budha yang dibangun oleh Raja Panangkaran. Untuk selanjutnya nama raja Panangkaran akan Anda temui pada prasasti berikutnya.
    c.
    Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 9007 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.
    d.
    Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
    Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.
    Sumber berupa Candi
    Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara.
    Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini.
    Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti Canggal. Perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra.
    Menurut para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad ke-8-9 yang bercorak Hindu terletak di Jawa Tengah bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jawa Tengah bagian selatan.
    Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodwardhani. Pramodwardhani adalah putri dari Samaratungga.
    Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramodwardhani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan menyebabkan ia menyingkir ke kakeknya di Sumatera dan tak lama kemudian menjadi raja di Sriwijaya.
    Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa.
    Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad ke 100, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok .
    Mengenai penyebab alasan dipindahkannya ibukota kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, silahkan Anda diskusikan dengan teman-teman Anda.
    Mpu Sindok mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana dengan kerajaannya Medang Mataram. Ia berkuasa sampai 947 M. Pengganti selanjutnya tidak di ketahui dengan pasti kecuali pada awal abad ke-11 muncul nama Dharmawangsa Teguh (991-10016). Ia gigih untuk menaklukan Sriwijaya. Usahanya tidak berhasil, sebaliknya ia dan keluarganya mengalami Pralaya atau kehancuran.Kehancuran tersebut akibat serangan dari kerajaan Sriwijaya yang di bantu oleh kerajaan kecil bernama Wurawari. Salah satu anggota keluarga yang berhasil lolos dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun 10019 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja.
    Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 10031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta.
    Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 10041 Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggan ibukota di Daka. la dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu (Kediri) denga. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran.
    Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Mataram. Melalui uraian materi tersebut dapatlah ditarik kesimpulan tentang kehidupan ekonomi maupun kebudayaan kerajaan Mataram.Dalam lapangan ekonomi, kerajaan Mataram mengembangkan perekonomian agraris karena letaknya di pedalaman dan daerah yang subur tetapi pada perkembangan berikutnya, Mataram mulai mengembangkan kehidupan pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur.
    Dengan adanya pengembangan perekonomian, maka timbul dugaan bahwa dipindahkannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena alasan tersebut.
    Karya kesusasteraan Mataram Kuno terlihat sekali pengaruh kebudayaan India namun sastrawan Mataram Kuno berhasil mengubah karya India ke dalam karya kesusasteraan Jawa di antaranya Mahabrata dan Ramayana dalam bahasa Jawa Kuno berupa kakawin.