Nampaknya semakin panas perseteruan antara pengelola IPL dan ISL . Hari ini tadi Kamis 8 Desember 2011 PSSI Mengeluarkan statemen para pesepakbola yang main di ISL tidak boleh dan tidak bisa memperkuat Timnas . Sementara itu hari ini tadi suporter Persipura di depan kantor PSSI juga melakukan demo menentang keputusan PSSI yang tidak mengikutsertakan Persipura Jayapura dalam Liga Campion Asia .dan Ketua umum PSSI Johar Arifin di desak mundur oleh sejumlah pengunjuk rasa .Namun dalam hal ini penulis hanya menyikapi dimana Independensi Media menyikapi kekisruhan tersebut ? simak terus tulisan ini .Menyikapi kisruh dualisme kompetisi
sepakbola Indonesia, penting bagi kita untuk memperhatikan sudut pandang media
massa. Media massa selain sebagai sumber informasi publik, juga bisa bekerja
sebagai penggiring opini. Arah penggiringan opini media massa sangat terkait
dengan kepemilikan media tersebut dan peta persaingan dengan media lainnya.
Jangan pernah bermimpi untuk
mendapatkan media massa yang benar-benar netral dalam memandang suatu kejadian.
Termasuk dalam menyikapi masalah yang sedang melilit PSSI, beberapa media massa
terlihat kecenderungan untuk memihak salah satu kubu. dan kubu yang didukung
adalah bukan kompetisi PSSI.
Ada apa dengan media massa?
Ketika LPI digulirkan, banyak media
massa mendukung LPI. ada suasana batin yang sama, yakni memprotes kepengurusan
PSSI dibawah Nurdin Halid. LPI dipandang sebagai suatu ‘kesempatan’ untuk
menendang Nurdin dari PSSI. Semangat “Asal Bukan Nurdin” menjadi alasan
mendukung LPI, siapapun dibelakang LPI.
Setelah berhasil menggusur Nurdin
dari PSSI, kepengurusan PSSI menjadi rebutan banyak pihak termasuk oleh
“pahlawan kesiangan” dan “opurtunis kekuasaan”. Pada kondisi ini media massa
tidak satu suara memihak pada hanya satu kubu. Terlebih ketika PSSI menggelar
kompetisi IPL yang kemudian dibayang-bayangi kompetisi tandingan ISL. Media
massa tidak lagi obyektif, tetapi cenderung terbawa romantisme “revolusi belum
selesai”.
Benarkah media massa berpihak kepada
kebenaran? Tidak 100% benar jika melihat arah penggiringan opini. Opini
dibangun sebagai kontra opini media resmi PSSI penyiar laga kompetisi PSSI. Ada
aroma persaingan media yang cenderung menambah kusut permasalahan. Atas nama
kebebasan pers justru pers terlibat persaingan menggiring pembacanya ke arah
opini yang dimaui oleh kebijakan redaksi.
Kalau media massa ingin menjadi
bagian dari solusi permasalahan sepakbola Indonesia, maka media massa harus
menggiring opini audiensnya menuju kebersamaan. Kalau akhirnya kekacauan tidak
juga berakhir, media massa mempunyai andil dalam berkepanjangannya kisruh
sepakbola Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar