Kamis, 08 Desember 2011

Posisi Media dalam Kisruh di tubuh PSSI


Nampaknya semakin panas perseteruan antara pengelola IPL dan ISL . Hari ini tadi Kamis 8 Desember 2011 PSSI Mengeluarkan statemen para pesepakbola yang main di ISL tidak boleh dan  tidak bisa memperkuat Timnas . Sementara itu hari ini tadi suporter Persipura di depan kantor PSSI juga melakukan demo menentang keputusan PSSI yang tidak mengikutsertakan Persipura Jayapura dalam Liga Campion Asia .dan Ketua umum PSSI Johar Arifin di desak mundur oleh sejumlah pengunjuk rasa .Namun dalam hal ini penulis hanya menyikapi dimana Independensi Media menyikapi kekisruhan tersebut ? simak terus tulisan ini .Menyikapi kisruh dualisme kompetisi sepakbola Indonesia, penting bagi kita untuk memperhatikan sudut pandang media massa. Media massa selain sebagai sumber informasi publik, juga bisa bekerja sebagai penggiring opini. Arah penggiringan opini media massa sangat terkait dengan kepemilikan media tersebut dan peta persaingan dengan media lainnya.
Jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan media massa yang benar-benar netral dalam memandang suatu kejadian. Termasuk dalam menyikapi masalah yang sedang melilit PSSI, beberapa media massa terlihat kecenderungan untuk memihak salah satu kubu. dan kubu yang didukung adalah bukan kompetisi PSSI.
Ada apa dengan media massa?
Ketika LPI digulirkan, banyak media massa mendukung LPI. ada suasana batin yang sama, yakni memprotes kepengurusan PSSI dibawah Nurdin Halid. LPI dipandang sebagai suatu ‘kesempatan’ untuk menendang Nurdin dari PSSI. Semangat “Asal Bukan Nurdin”  menjadi alasan mendukung LPI, siapapun dibelakang LPI.
Setelah berhasil menggusur Nurdin dari PSSI, kepengurusan PSSI menjadi rebutan banyak pihak termasuk oleh “pahlawan kesiangan” dan “opurtunis kekuasaan”. Pada kondisi ini media massa tidak satu suara memihak pada hanya satu kubu. Terlebih ketika PSSI menggelar kompetisi IPL yang kemudian dibayang-bayangi kompetisi tandingan ISL. Media massa tidak lagi obyektif, tetapi cenderung terbawa romantisme “revolusi belum selesai”.
Benarkah media massa berpihak kepada kebenaran? Tidak 100% benar jika melihat arah penggiringan opini. Opini dibangun sebagai kontra opini media resmi PSSI penyiar laga kompetisi PSSI. Ada aroma persaingan media yang cenderung menambah kusut permasalahan. Atas nama kebebasan pers justru pers terlibat persaingan menggiring pembacanya ke arah opini yang dimaui oleh kebijakan redaksi.
Kalau media massa ingin menjadi bagian dari solusi permasalahan sepakbola Indonesia, maka media massa harus menggiring opini audiensnya menuju kebersamaan. Kalau akhirnya kekacauan tidak juga berakhir, media massa mempunyai andil dalam berkepanjangannya kisruh sepakbola Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar